Batik Kebumen Semakin Berwarna-warni
| Labels: http://javanesebatikclothestrend.blogspot.com/ | Posted On
BELAKANGAN ini batik tradisonal Kebumen mulai bangkit. Terlebih setelah Pemerintah Provinsi Jateng dan Pemkab menggalakkan pemakaian seragam batik. Para perajin pun kembali menekuni usaha yang hampir tenggelam itu. Pusat batik tradisional ada di Kampung Watubarut dan Tanuraksan, Kecamatan Kebumen, kemudian di Desa Karangpoh, Kecamatan Pejagoan, dan Desa Seliling, Kecamatan Alian. Namun desa batik itu nyaris tinggal kenangan. Ada kendala yang membuat batik khas Kebumen seperti mati suri. Pertama, motif batik daerah ini terlalu tradisional dan terkesan ketinggalan. Kedua, warna batik khas (khususnya batik tulis) itu kusam dan kurang cerah.
Padahal, menilik harga batik tulis lokal, satu potong untuk baju kualitas sedang Rp 150.000. Yang berkualitas baik bisa mencapai Rp 250.000. Bedakan dengan batik cap, baju seharga Rp 50.000 sudah enak dilihat dan layak dipakai. Riadhie (35), seorang desainer asal Pejagoan yang lama berkecimpung di dunia mode di Yogyakarta, kembali tertantang menciptakan motif batik yang khas dan menarik. Motif burung lawet yang menjadi maskot Kebumen, ia padukan dengan motif kelapa genjah dan padi menjadi satu kesatuan yang indah.
Sentuhan Warna
Menurut dia, motif batik itu tidak lagi terpaku pada pola baku batik tradisional. Namun lebih berani dengan sentuhan warna yang cerah. Ada warna biru, merah muda, violet atau ungu. Tak heran motif batik yang dirancang Riadhie tak hanya untuk para orang tua, namun juga luwes dipakai anak muda. Bahkan, batik tersebut cocok untuk seragam kantor, seragam PNS, dan sebagai identitas pelajar serta anak sekolah. Berbeda dari motif batik tradisinal yang dulu lebih banyak untuk kain jarik, kebaya dan selendang, batik yang digagas bapak dua anak yang punya workshop di Jalan Gelora 529 Pejagoan itu memang untuk busana, hem pendek ataupun panjang. Dipakai untuk kebaya semi formal pun terkesan enak dipandang. Tak heran, batik rancangan Riadhie itu juga enak untuk busana santai. ”Batik ini tidak kaku. Namun kami akui, bahannya bukan dari yang terbaik, karena kami perhitungkan dengan daya beli masyarakat,” ucap Riadhie yang pernah menggelar fashion show dan presentasi batik di Pendapa Kabupaten Kebumen.
Orisinal
Di mata Drs HM Khambali SH, salah seorang pemerhati batik tulis Kebumen, sebenarnya batik lokal daerahnya tidaklah kalah dari batik Pekalongan, Solo ataupun Yogyakarta. Bahkan motif batik Kebumen lebih orisinal dan coraknya terkesan begitu lugu dan apa adanya. Itu menjadi salah satu keunggulannya. Namun justru karena itu, susah mencari motif asli batik Kebumen. Ada ciri khas yang mudah dikenali dari batik Kebumen, yakni warnanya kecoklatan dan kadang putih. Khambali mengaku masih menyimpan batik tulis untuk koleksi. Dia sendiri kini menekuni profesi sebagai dosen dan penasihat hukum.
Menuruut dia, sisa kejayaan batik Kebumen bisa dirunut dari aktivitas Koperasi Batik Kebumen, aset gedung dan juga sekolah. Batik tradisional itu mulai surut sejak tahun 1975 saat industri sablon mulai merebak. Apalagi proses membuat batik tulis sangat lama dan rumit. Bisa dua minggu sampai satu bulan untuk bahan pakaian. Mulai dari membuat pola, membatik, menyelup, memberi lilin hingga selesai, membutuhkan waktu lama. Berbeda dari sablon yang lebih cepat.Khambali menyambut positif upaya menggairahkan batik tradisional dewasa ini, termasuk dengan mewajibkan PNS tiap Kamis memakai batik lokal. Namun lebih dari itu, perlu dihidupakn budaya membatik kepada para perajin. ”Saya kurang setuju menggairahkan batik semata-mata pertimbangan bisnis. Budaya membatik perlu dihidupkan lagi karena saat ini batik lokal makin punah,” tandas Khambali yang masih menjabat ketua Koperasi Batik Kebumen itu.
Dia mendukung upaya menghidupkan kembali batik lokal, namun harus didukung bahan baku dan pemasaran yang jelas. Dulu batik tradisional bisa mengalami kejayaan karena bahan baku dan pemasarannya diproteksi pemerintah. Tanpa proteksi, industri batik tetap sulit untuk bangkit.
Post a Comment